SMK Bina Karya Pacitan

Di sebuah hari yang begitu membahagiakan saat itu, aku tertawa-tawa bersama temanku Agus Nurdiansyah dari Dadapan. Betapa tidak, kami berdua berhasil menyelinap keluar sekolah tanpa diketahui oleh siapapun. Walaupun harus menggotong sepeda jengki ku melompati pagar 1,5m, kecil. Seperti tuyul menemukan kepiting kami bersuka cita mengayuh sepeda ke dekat SMK PGRI 1 Pacitan main Play Station. Waktu itu saya merasa itulah kebahagiaan hidup. Maka hatiku berkata kalau sudah bias mencari uang nanti hal pertama yang akan aku beli adalah Play Station dan TV yang buesar.

Saya di sekolah belajar menjadi mekanik umum tentang operator mesin mesin industry, otomotif, kelistrikan, dan banyak lagi hal teknik yang lumayan memusingkan. Dari 3 tahun belajar di SMK Bina Karya mungkin Cuma 2 hal ini yang paling saya inget “mesin bubut dan mesin fris ada yang sangat canggih, semua program menggunakan computer, kita masukan sebatang besi keluar udah jadi apa yang kita mau dan gaji operator mesin CNC ini sangat besar”. Guru saya ada yang pernah ngomong seperti itu dan itu terngiang terus dalam telingaku “gaji sangat besar”. Dan tanpa sengaja hatiku berkata juga saya ingin jadi operator CNC, walaupun saya belum pernah lihat mesinya seperti apa juga kenapa bisa secanggih itu gak ada yang bisa menerangkan secara jelas.

Satu lagi Guru gambar saya pernah bilang, “gaji tukang gambar itu buesar”. Dan saya yakin beliau sungguh sungguh karena sebelum jadi guru beliau pernah bekerja di sebuah perusahaan besar di Surabaya sebagai tukang gambar. Kerja jadi tukang gambar itu enak, tempatnya bersih, nyaman, keren, kalau keluar kantor kayaknya semua cewek pada ngajakin kenalan karena udah terkenal orang gambar mempunyai otak yang cerdas. Dan beliau dapat istri yang begitu cantik juga dari perusahaan itu. Waw pikiranku mulai muter muter gak jelas, Cewe cantik? Keren? Gaji gede? Lagi lagi hatiku berkata saya mau jadi tukang gambar.

Hal lain yang paling saya ingat adalah setiap hari aku bersepeda kira-kira 13km PP dari rumah di Purworejo sampai ke SMK Bina Karya, belum lagi kalau mampir ke teman-teman atau main ke pantai, yang pasti jarak yang ku tempuh makin jauh lagi. Hebatnya, setiap aku males naik sepeda aku akan naik angkot dan setiap naik angkot aku pasti terlambat. Jalan jongkok keliling lapangan tengah adalah langgananku, melewati depan kelas kelas lain dan tidak bias di hindari kecuat kecuit dari dalam kelas. Padahal setiap aku mau naik angkot aku selalu berdo’a semoga tidak terlambat. Setiap aku berdoa malah selalu yang dikabulkan malah terlambatnya. Dari pada jalan jongkok mending bawa sepeda, palan tapi pasti. Setiap memarkir sepeda, iri juga pada teman teman yang hampir 90% pakai motor. Minimal ini lebih mudah di bawa melompati tembok waktu bolos, hiburku. Tetapi kesenangan terasa lebih kalau punya motor dan kelak aku akan punya motor hasil kerjaku sendiri, bukan minta orang tua. Shogun.

Tetanggaku yang sekolah di SMK BK dan keluar kerja bangunan akan jadi buah bibir semua orang. Dan itu di anggap buruk, kerja tinggi-tinggi Cuma kerja bangunan. Maka aku bertekat setelah lulus nanti aku tidak akan kerja bangunan. Tidak akan.

Semua itu terjadi kira-kira tahun 2001-2003. Sekarang sudah hampir 2009. Ketika aku sedikit menengok kebelakang dan sedikit evaluasi tentang semua yang terjadi, hatiku tersenyum lebar juga wajahku. Semua terjadi adanya, dan saat kelulusan aku menduduki 3 besar untuk seluruh kelas. Bersambung….